Mahkalah Filsafat Idealisme
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Melalui pemikiran filsafat, manusia dimungkinkan
dapat melihat kebenaran tentang sesuatu
di antara kebenaran-kebenaran yang lain. Hal ini memungkinkan ia mencoba
mengambil segala kemungkinan informasi (alternatif), di antara alternatif
kebenaran yang ada ketika itu. Dalam filsafat umum ini dapat kita kembangkan
apa pengertian, macam-macam idealisme beserta rasionalisme secara luas.
Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian idealisme ?
2.
Sebutkan macam-macam idealisme ?
3.
Apa pengertian rasionalisme ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
idealisme
Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari “idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. [1]
Idealisme adalah para penganut paham naturalisme dan
materialisme mengatakan bahwa istilah-istilah yang mereka sarankan (materi,
alam, dan sebagainya ) sudah cukup untuk memberikan keterangan mengenai segenap
kenyataan. Namun kiranya ada banyak
orang benar-benar dapat merasakan bahwa ada hal-hal serta gejala-gejala yang
tidak dapat semata-mata diterangkan berdasarkan pengertian alam.
Menurut G. Watts Cunningham, salah seorang di antara
kaum idealisme yang terkemuka di Amerika Serikat, bahwa idealisme adalah suatu
ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukkan agar kita dapat memahami materi
atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada
hakekatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi logika kita harus
membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang dalam hubungan
tertentu bersifat mendasari hal-hal tersebut.
Menurut Reese (1980) meringkaskan berbagai tipe
filsafat idealisme sebagai berikut:[2]
1. Schelling
menamakan idealisme Fichte adalah idealisme subjektif karena bagi Fichte dunia
adalah suatu tempat memahami subjek. Solipsisme, suatu pandangan metafisika
yang mengatakan bahwa yang dapat dipahami hanyalah diri sendiri, dapat
digolongkan kedalam idealisme subjektif. Fichte, tokoh yang berpendapat bahwa
kemauan moral (moral will) sebagai
yang utama di dalam idealisme, dianggap sebagai pendiri idealisme Jerman.
2. Schelling
menyebut filsafatnya pada masa pertengahan perkembangan pemikirannya idealisme
objektif karena menurut pendapatnya,
alam adalah sekadar “inteligensi yang dapat dilihat”. Kalau begitu, maka
seluruh filosof yang berusaha mengidentifikasi realitas dengan idea, rasio,
atau spirit, seperti Berkeley dan seluruh filosof panpsikisme, dapat
digolongkan kedalam jalur idealisme objektif.
3. Howison
menyebut filsafatnya idealisme personal
4. Ward
menyebut posisinya idealisme teistis
5. Paulsen
menyebut filsafatnya idealisme monistis
6. Sorley
menamakan sistemnya idealisme etis
a. Alam
sebagai sesuatu yang bersifat rohani
Secara umum dapat dikatakan dua macam kaum idealis:
kaum spiritual dan kaum dualisme. Para penganut paham spiritualisme
berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat dikembalikan kepada atau berasal
dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbeda-beda derajatnya.
b. Tingkat-tingkat
alam
Pendirian bahwa alam semesta dapat dipulangkan kepada atau berasal dari
roh ditolak oleh kaum idealisme macam kedua, yaitu menganut paham dualisme.
Kaum idealis yang dualistis menyatakan bahwa yang terdalam ialah jiwa semesta,
tetapi mereka pun menyatakan pendapat umum bahwa alam merupakan tatanan yang mempunyai
tingkat-tingkat yang berbeda-beda.
c. Penalaran
yang didasarkan atas makna
Menurut Wilbur M. Urban, seorang penganut idealisme
yang lain dewasa ini, berpendirian, semua penganut paham idealisme tentu
bersepakat bahwa dunia kita ini mengandung makna. Tetapi apa yang dinamakan
makna senantiasa terdapat di dalam suatu sistem yang merupakan kebulatan.
Karenanya kalau memang dunia kita ini mengandung makna, maka dunia tersebut
harus merupakan suatu sistem, suatu kebulatan logis (spiritual).
Suatu makna jika hendak dikatakan makna harus
diketahui terlebih dahulu; suatu nilai jika hendak dikatakan nilai harus
mendapat penghargaan. Kiranya dapat di simpulkan bahwa karena di dunia terdapat
makna dan nilai, maka yag sedalam-dalamnya ialah sejenis jiwa yang dapat
mengetahui makna-makna tadi dan yang dapat memberikan penghargaan kepada
nilai-nilai sesuatu yang sedalam-dalamnya dari alam semesta, meskipun bukan
merupakan substansi yang terdalam.
d. Jiwa
dan Nilai
Menurut Urban jiwa dan roh bukanlah di lihat dari
alat-alat indrawi kita karena jiwa dan roh merupakan hal yang terdalam dan
tidak berasal dati hal yang mana pun juga. Sedangkan menurut William E.
Hocking, jiwa adalah sesuatu yang bersifat yang sungguh ada dan yang mungkin
ada. Setiap hal yang bersifat fisik senantiasa termasuk dalam salah satu segi
dari pasangan-pasangan di atas, dan tidak sekaligus termasuk dalam kedua macam
segi (jiwa dan roh); setiap hal semacam ini senantiasa merupakan fakta yang
sungguh ada pada masa kini. Maka yang membedakan jiwa dari setiap objek alam
ini adalah bahwa jiwa selain merupakn sebagai sandaran yang mungkin adanya
nilai-nilai di masa depan. Kegiatan kakikinya ialah mempertautkan niali-nilai
yang mungkin terdapat di masa depan dengan fakta yang sugguh ada di masa kini
dan menurut hemat saya hanya jiwalah yang
dapat melakukan semua itu. Jiwa itulah yang merupakan satu-satunya alat
yang dapat mewujudkan kemungkinan-kemungkinan di masa depan .
B.
Pengertian Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang
mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan
pengetes pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh
dengan cara berfikir. [3]
Para tokoh aliran rasionalisme, di
antaranya adalah Descartes (1596-1650 M), Spinoza (1632-1677 M), dan Leibniz
(1646-1716 M).
Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang
agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan otoritas,
dalam filsafat rasioanalisme adalah lawan empirisme. Rasional dalam bidang
agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama. sedang rasional
filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Hanya saja, empirisme
mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme,
sedangkan rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berfikir, pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesat. Adapun alat
berfikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[4]
a. pemikiran Rene Descartes
1. Metode
Filsafat Rene Descartes
Segala
sesuatu perlu dipelajari, tetapi diperlukan metode yang tepat untuk
mempelajari. Ia mengatakan bahwa mempelajari filsafat membutuhkan metode
tersendiri agar hasilnya benar-benar logis. Ia mendapatkan metode yang
dicarinya itu, yaitu dengan menerapkan metode keragu-raguan, artinya
keragu-raguan ini harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimiliki, termasuk
juga kebenaran-kebenaran yang sampai kini dianggapnya sudah final dan pasti.
Dalam karya Descartes,
ia menjelaskan pencarian keberanan melalui metode keragu-raguan. Karyanya yang
berjudul A Discourse on Methode
mengemukakan perlunya memerhatikan empat hal sebagai berikut:
1. Kebenaran
baru dinyatakan shaheh jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah
jelas dan tegas, sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu
merobohkan.
2. Pecahkanlah
setiap kesulitan itu sampai sebanyak mungkin, sehingga tidak ada suatu keraguan
apa pun yang mampu merobohkannya.
3. Bimbinglah
pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah
diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang paling sulit dan kompleks.
4. Dalam
proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat
perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan –pertimbangan yang
menyeluruh, sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satu pun yang
mengabagaikan dalam penjajahan itu .
2. Ide-ide Bawaan
Yang
paling fundamental dalam mencari kebenaran adalah senantiasa merujuk kepada
prinsip Cogito ergo sum. Hal tersebut disebabkan oleh keyakinan bahwa dalam
diri sendiri, kebenaran lebih terjamin dan terjaga. Dalam diri sendiri terdapat
tiga ide bawaan saya sejak lahir yaitu: 1. Pemikiran, 2. Allah, 3. Keluasan.
1. Pemikiran.
Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, harus diterima
juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
2. Allah
sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena saya mempunyai ide sempurna,
mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa
melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain dari pada Allah
3. Keluasan. Materi sebagai keluasan atau
ekstensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu
ukur.
3. Substansi
Descartes menyimpulkan bahwa selain
Allah, ada dua substansi: pertama,
jiwa yang hakikatnya adalah pemikiran. Kedua,
materi yang hakikatnya adalah keluasan.
4. Manusia
Descartes memandang manusia sebagai
makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi: jiwa dan tubuh. Jiwa
adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan.
b.
Pemikiran De Spinoza
De Spinoza memiliki cara berfikir yang
sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan bahwa kebenaran itu berpusat pada
pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh,
yang eksistensinya bersamaan.
c. Leibniz
Menurutnya substansi ialah prinsip akal yang mencukupi,
yang secara sederhana dapat dirumuskan, “sesuatu harus mempunyai alasan”.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa
hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari “idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa.
Rasionalisme adalah faham filsafat yang
mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan
pengetes pengetahuan. Menurut aliran rasionalis, suatu pengetahuan diperoleh
dengan cara berfikir.
DAFTAR PUSTAKA
Louis O. Kattsoff., Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: 1992)
Tiara Wacana
Ahmad Tafsir,. Filsafat Umum , Bandung: 2010, PT.
Remaja Rosdakarya
Hendi Suhendi., Filsafat Umum dari Metologi sampai
Teofilosofi , Bandung: 2008, Pustaka Setia
Comments
Post a Comment